Jumat, 11 Desember 2015

PART 3 SERBA-SERBI MERGER

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan dan kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Bahwa operasionalisasi/pelaksanaan pengaturan merger pada perusahaan publik di Indonesia telah memenuhi ketentuan dan aturan yang berlaku. Sedangkan aspek hukum yang masuk ruang lingkup merger adalah hukum publik yang meliputi hukum perbankan, hukum pasar modal, hukum penanaman modal asing, hukum pajak, hukum ketenagakerjaan, serta aspek hukum privat yang meliputi hukum perjanjian, hukum pertanahan/Agraria.
2.      Restrukturisasi usaha/merger pada perusahaan publik Indonesia termasuk transaksi yang memiliki benturan kepentingan tertentu (akuisisi internal)
3.     Perlindungan hukum pada pihak yang lemah dibagi menjadi tiga perlindungan, yaitu perlindungan pihak yang lemah secara struktural, perlindungan pihak yang lemah secara finansial, perlindungan pihak yang lemah secara lokalisasi.

2. SARAN
1.      Tindakan/perbuatan hukum merger pada perusahaan publik di Indonesia dalam operasionalnya disarankan pemberlakuan prinsip fair dealing dan fair price terhadapnya sehingga restrukturisasi usaha (merger) akan senantiasa eksis berkembang.
2.      Kepeda pemegang saham minoritas diberikan hak appraisal, merupakan keistimewaan yang diberikan oleh hukum terhadap transaksi merger, terutama dalam transaksi yang memiliki kepentingan tertentu.

3.      Tindakan/perbuatan hukum merger merupakan kebutuhan sehingga dari segi hukum dianggap sebagai suatu kesatuan badan hukum yaitu perseroan terbatas sehingga aspek perlindungan hukum pada para pihak perlu lebih diperhatikan.

part 2 SERBA SERBI MERGER PERUSAHAAN

PEMBAHASAN

1.        PELAKSANAAN PENGATURAN MERGER PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA
  1. Persiapan Yuridis Sebelum Merger
Pelaksanaan merger dapat berhasil dan menguntungkan bagikedua belah pihak, apabila baik pihak perusahaan penggabungan maupun perusahaan target sama-sama dapat meraih manfaat dari adanya merger tersebut. Informasi-informasi penting yang perlu diketahui oleh perusahaan yang akan merger tidak semata-mata aspek hukum saja, tetapi informasi/data dari aspek ekonomi dan aspek social juga menentukan proses pelaksanaan merger tersebut. Begitu pula factor produksi, akuntan financial, pajak, hukum, pemasaran, sumber daya manusia serta factor lain cukup penting untuk dipertimbangkan dalam suatu merger agar dengan merger manajemen akan bertambah solid, sinergi dapat terbentuk diantara para pihak.
Untuk itu diperlukan keterlibatan tenaga ahli yang professional untuk memberikan pendapat dari segi hukum, tentang status hukum perseroan  dan anak perusahaan perseroan  dan aspek-aspek hukum lainnya dari konsultan hukum. Akuntan publik yang independent yang ditunjuk untuk memeriksa dan memberikan pendapat mengenai kewajaran atas laporan keuangan perusahaan dan anak perusahaan perseroan, konsultan independent yang ditunjuk untuk melakukan penilaian saham perseroan  dan anak perusahaan perseroan  serta peran konsultan pajak dalam melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghemat pajak dan tanggal akuntansi yang paling ideal. Tidak ketinggalan peran Notaris yang kan menuangkan substansi/system dan prosedur struktur serta kultur di dalam mengoptimalkan proses merger tersebut.
  1. Prosedur Merger Menurut Undang-Undang No. 40 tahun 2007
Dasar hukum utama bagi pelaksanaan suatu merger perusahaan adalah Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, meskipun demikian ketentuan hukum tentang perjanjian lebih khusus adalah hukum perikatan seperti yang terdapat dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetap berlaku.
Ketentuan mengenai penggabungan (merger) suatu Perseroan Terbatas diatur dalam Bab VIII khususnya dalam pasal 122 sampai dengan pasal 133 Undang-Undang No. 40 tahun 2007. berdasarkan ketentuan UU Perseroan Terbatas  suatu perseroan  atau lebih dapat melakukan penggabungan diri menjadi satu dengan perseroan  yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan  lain dan membentuk perseroan  baru.
Rencana penggabungan tersebut terlebih dahulu harus dituangkan dalam rancangan penggabungan atau peleburan yang disusun oleh direksi dan perseroan  yang ingin melakukan penggabungan. Dalam pasal 123 ayat (2) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 dijelaskan bahwa rancangan penggabungan memuat sekurang-kurangnya:
a.                     nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan  yang akan melakukan penggabungan;
b.                    alasan serta penjelasan direksi ps yang akan melakukan penggabungan dan persyaratan penggabungan;
c.                     tata cara penilaian dan konversi saham perseroan  yang menggabungkan diri terhadap saham perseroan  yang menerima penggabungan;
d.                    rancangan perubahan anggaran dasar perseroan  yang menerima penggabungan bila ada;
e.                     laporan keuangan meliputi 3 (tiga)tahun buku terakhir dari setiap ps yang akan melakukan penggabungan;
f.                     rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan  yang akan melakukan penggabungan;
g.                    neraca performa perseroan  yang menerima penggabungan sesuai dengan prinsip yang berlaku umum di Indonesia;
h.                    cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan perseroan  yang akan melakukan penggabungan diri;
i.                      cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan  yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j.                      cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan perseroan ;
k.                    nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan  yang menerima penggabungan;
l.                      perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan
m.                  laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap perseroan  yang akan melakukan penggabungan;
n.                    kegiatan utama setiap perseroan  yang melakukan penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan, dan;
o.                    yang akan mempengaruhi kegiatan perseroan  yang akan melakukan penggabungan.
Pengaturan merger bagi perusahaan publik yang perusahaan terbuka perlu diikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, antara lain: keterbukaan informasi, aspek perlindungan pemegang saham publik.
Salah satu dari aspek dari pengaturan tentang merger adalah aspek keterbukaan (disclosure), oleh karena itu diwajibkan pengumuman-pengumuman (di surat kabar dan berita negara) terhadap tindakan-tindakan/tahap-tahap tertentu dalam proses pelaksanaan merger tersebut. Hal ini penting, agar  pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan dapat mengambil langkah tertentu untuk melindungi dirinya dan perbuatan merger yang mungkin merugikan kepentingannya.

2.   PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG LEMAH DALAM MERGER
  1. Perlindungan pihak yang lemah secara struktural
Pihak yang lemah secara struktural dalam hal ini adalah kedudukan pihak lainnya. Misalnya: kedudukan para pekerja di perusahaan lebih lemah dari kedudukan pihak lain seperti pemegang saham, direktur dan komisaris. Para pekerja sama sekali tidak dilibatkan dalam hal penentuan policy maupun operasional perusahaan.
Beberapa hal yang dipertimbangkan sehubungan dengan para pekerja dalam hubungannya dengan merger di suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
a.                      prinsip-prinsip umum tentang kebijaksanaan kesejahteraan social yang akan diterapkan setelah merger
b.                      waktu yang pantas untuk berkonsultasi dengan organisasi pekerja.
c.                      Cara dan saat untuk menginformasikan merger kepada pekerja
d.                     Cara-cara untuk mencegah atau mengeliminir kemungkinan kerugian meaterialkepada pihak pekerja, termasuk memberikan kompensasi yang bersifat materiil
e.                      Suatu garansi terhadap keamanan dan ketersediaan pekerjaan setelah merger.

  1. Perlindungan Pihak yang Lemah Secara Finansial
Pihak yang lemah secara financial disini maksudnya adalah pemegang saham minoritas, dengan diperkembang prinsip special vote yang operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
  1. Prinsip Silent Majority (Pemegang Saham Mayoritas) diwajibkan abstain dalam voting.
Salah satu versi dari prinsip silent majority adalah system pemilihan berlapis yang dioperasionalisasikan dengan cara pelaksanaan 2 kali voting. Pada voting perrtama hanya pemegang saham yang tidak berbenturan kepentingan/pemegang saham mayoritas boleh meneruskan rapat jika keputusan pemegang saham tidak berbenturan kepentingan/pemegang saham minoritas menerima usulan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan.
  1. Prinsip Super Majority
Pemberlakuan prinsip ini baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam Anggaran Dasar, maupun kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan sendiri oleh Undang-Undang, misalnya, jika perseroan melakukan perubahan Anggaran dasar, merger, akuisisi dan konsolidasi, Kepailitan, Likuidasi atau pembelian kembali saham.
Ada upaya-upaya lain dalam ilmu hukum perusahaan untuk melindungi pemegang, saham minoritas melalui upaya penerapan appraisal rights.
Undang-Undang 40 tahun 2007 memberikan hak kepada pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar jika terjadi merger, akuisisi, dan konsolidasi. Disamping itu, pemegang saham minoritas dapat juga mengajukan ke Pengadilan pihak perseroan , anggota direksi, dan komisaris, atau meminta pengadilan untuk melakukan emeriksaan ke dalam perseroan .

  1. Perlindungan pihak yang lemah secara lokalisasi
Para pihak yang mempunyai hubungan perusahaan tetapi mempunyai kedudukan yang lemah, secara lokalisasi (jauh dari perusahaan/orang luar perusahaan, namun mempunyai hubungan dengan perusahaan), perlu pula dilindungi dari tindakan-tindakan yang merugikan pihak kreditur. Misalnya melalui upaya hukum action paulina (pasal 1341 KUH Perdata).

Pelaksanaan appraisal rights merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan oleh hukum terhadap transaksi merger ini adalah diterapkannya “super majority”, artinya untuk dapat menyetujui merger diperlukan ¾ atau lebih pemegang saham yang menyetujui.

SEBA SERBI MERGER PERUSAHAAN

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Keberadaan Perseroan Terbatas sebagai suatu institusi dalam dunia usaha dan perdagangan sangat penting dan strategis untuk menggerakkan dan mengarahkan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi mempunyai posisi sentral, terutama dalam rangka arus globalisasi dan liberalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks. Oleh karena itu sangat perlu diupayakan suatu iklim usaha yang sehat dan efisien, sehingga terbuka kesempatan yang cukup leluasa bagi Perseroan Terbatas untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan perkembangan dunia usaha. Meskipun demikian upaya penciptaan iklim usaha yang sehat dan efisien dalam rangka peningkatan pembangunan ekonomi tersebut, secara operasional haruslah tetap mengacu pada asas pembangunan ekonomi nasional yang berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Oleh karena itu setiap kegiatan dan perilaku perusahaan apapun bentuknya, selalu mempunyai pengaruh dan mempengaruhi masyarakat dari pihak ketiga.[1] Pertumbuhan perusahaan menjadi semakin maju dan berkembang akan diikuti oleh perkembangan masyarakat, sehingga kelangsungan kehidupan perusahaan merupakan satu hal yang sangat penting untuk dipertahankan.
Pertumbuhan Perseroan dapat melalui dua cara yaitu melalui ekspansi internal (internal expansion) dengan cara meningkatkan dan memperbaiki kualitas hasil produksi serta distribusi hasil produkai yang sudah ada, atau melalui pengembangan produk baru melalui ekspansi eksternal (external expansion) dengan cara penggabungan usaha. Oleh karena itu tindakan penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) dan pengambil alihan (akuisisi) perseroan yang dapat mendorong ke arah terjadinya monopoli, monopsoni atau persaingan curang harus dapat dihindari sejak dini, dengan kata lain tidakan penggabungan, peleburan dan pengambil alihan perseroan hendaknya tetap memperhatikan kepentingan perseroan , pemegang saham, karyawan perseroan  atau masyarakat termasuk pihak ketiga yang berkpentingan.
Adapun proses penggabungan, pengambil alihan atau peleburan usaha melibatkan pemilikan saham, para pemegang saham, aspek usaha, aspek operasional, hukum dan keuangan serta peralihan asset, penaksiran nilai kekayaan dan perijinan. Semuanya tergantung pada ketepatan para pihak yang terlibat dalam proses penggabungan, pengambil alihan dan peleburan usaha dalam mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul serta pemecahan yang praktis dan efisien atas masalah yang timbul tersebut.
Berdasarkan ruang lingkup usaha perusahaan-perusahaan yang ada dalam perseroan  hasil merger, konsolidasi atau akuisisi, ada perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang berkaitan secara hulu ke hilir (vertical) dan ada pula perusahaan yang bidang usahanya tidak berkaitan (horizontal). Sebagai institusi, merger titik beratnya padea digabungkannya atau diintegrasikannya satu atau lebih perseroan dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Dalam hal ini perseroan yang menjadi obyek dari merger adalah perusahaan yang sudah public (perusahaan yang telah menjual sahamnya kepada masyarakat) dimana tujuan akhir dari merger tersebut adalah disamping efisiensi secara ekonomi juga meningkatkan sinergi atau performance (kinerja) perusahaan. Oleh karena itu sangat beralasan jika melalui tulisan ini dianalisis aspek hukum penggabungan (merger) pada perusahaan publik di Indonesia.


PERMASALAHAN

Dari latar belakang yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka masalah yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana operasionalisasi pelaksanaan pengaturan merger pada perusahaan publik di Indonesia?
2.   Bagaimana bentuk perlindungan hukum kepada pihak yang lemah dalam proses penyelenggaraan merger pada perusahaan publik di Indonesia?


[1]               Sri Redjeki Hartono, Aspek Hukum Restrukturisasi Perusahaan,Seminar Nasional Restrukturisasi Perusahaan, Diselenggarakan oleh Fakultas Hukum dalam rangka Dies Natalis ke 41, Semarang 28 Nopember 1998, hal2.

PART 3 HUBUNGAN INTERPENDENSI PERUSAHAAN, MASYARAKAT DAN NEGARA SEBAGAI EKSISTENSI PERUSAHAAN DALAM MASYARAKAT

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Sebagai lembaga ekonomi keberadaan perusahaan mempunyai arti yang sangat penting dan sangat strategis serta merupakan salah satu sendi utama kehidupan masyarakat dan Negara, karena ia merupakan:
a.                            salah satu pusat kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau sebagai sumber pendapatan masyarakat
b.                           salah satu wadah penyalur tenaga kerja
c.                            salah satu sumber pendapatan Negara, yakni melalui jenis pemungutan pajak.
Ketiga hal tersebut telah membuktikan eksistensi perusahaan dalam masyarakat bahwa keberadaan perusahan dalam masyarakat, begitu juga sebaliknya sangat penting untuk aktivitas ekonomi.

2.  SARAN
Eksistensi perusahaan akan memberi manfaat bagi masyarakat. Tujuan perusahaan bukan hanya mengejar akumulasi profit tetapi melampaui hal itu. Sepanjang perusahaan itu menggunakan segala sumber daya, baik manusia maupun finansial dari komunitas yang ada, maka perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan profit dan mengembalikan sebagian dari profit bagi masyarakat. Agar eksistensi perusahaan yang diharapkan pada masa mendatang dapat terwujud, maka diperlukan pendekatan strategis dengan melakukan analisis situasi dan antisipasi perkembangannya, serta menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghadapi perkembangan situsi tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Fuady, munir Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: Perseroan Terbatas. Citra Aditya Bakti, 2000.

Hartono, Sri Redjeki, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Setiono, Budi, Jaring Birokrasi Tinjauan Dari Aspek Politik dan Administrasi, Bekasi: Perseroan Terbatas. Gugus Press, 2002.

Soekardono, Hukum Dagang Indonesia. Bagian kedua, jilid 1, Jakarta: Soerbangan, 1994.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.





[1]               Budi Setiono, Jarring Birokrasi Tinjauan Dari Aspek Politik dan Administrasi, hal. 33

PART 2 HUBUNGAN INTERPENDENSI PERUSAHAAN, MASYARAKAT DAN NEGARA SEBAGAI EKSISTENSI PERUSAHAAN DALAM MASYARAKAT


PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PERUSAHAAN
Pengertian perusahaan secara resmi rumusannya dapat dijumpai dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, dan terus menerus, didirikan, bekerja, serta berkedudukan di wilayah Negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.  Sedangkan pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan secara perorangan atau berkelompok yang dapat terdiri dari, orang perseorangan (individu), beberapa orang yang berupa persekutuan (partnership) atau dalam bentuk badan hukum (corporate body)

2. BENTUK DAN JENIS-JENIS PERUSAHAAN
Kegiatan ekonomi selain bisa dilakukan perorangan, selain bisa dilakukan perorangan, juga bisa dilakukan dengan badan usaha yang berupa perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun yang bukan badan hukum. Dikatakan perkumpulan bila badan usaha itu didirikan lebih dari seorang yang mempunyai 4 (empat) unsur (Richard b. Simatupang 1998:1) :
a.       adanya kepentingan bersama
b.      adanya kesepakatan bersama
c.       adanya tujuan bersama
d.      adanya kerja sama
keempat unsur itu selalu ada pada setiap perkumpulan, baik yang berbadan hukum maupun yang bukan badan hukum. Perbedaan antara bentuk badan usaha yang berbadan hukum dan bukan berbadan hukum terletak pada prosedur pendirian badan usaha tersebut. Pada bentuk badan usaha yang bukan badan hukum, syarat pengesahan akta pendiriannya tidak diperlukan. Sedangkan untuk mendirikan badan usaha yang berdasarkan hukum mutlak memerlukan pengesahan dari pemerintah, misalnya mendirikan Perseroan Terbatas, diperlukan pengesahan akta pendirian oleh menteri kehakiman dan HAM. Untuk mendirikan koperasi diperlukan pengesahan akta pendirian oleh menteri koperasi dan usaha kecil.
Di Indonesia terdapat tiga bentuk kelompok badan usaha, yaitu usaha swasta, usaha Negara, dan usaha koperasi. Meskipun demikian ketiga bentuk badan usaha diatas sama-sama bertindak sebagai bentuk pelaku usaha, tetapi memiliki perbedaan-perbedaan dilihat dari segi tujuan dan cara melakukan kegiatan usaha. Bentuk usaha atau organisasi perusahaan tersebut dapat dipecahkan lagi kedalam bentuk-bentuk khusus yang lebih spesifik dan memiliki karakteristik sendiri. Dilihat dari aspek hukum perusahaan, masing-masing bentuk usaha memiliki pengaturan yang berbeda tentang pendirian, hak dan kewajiban, tanggung jawab, pembubaran dan sebagainya.
Oleh karena itu seorang pengusaha yang ingin mendirikan bentuk usaha tertentu atau berinvestasi didalamnya perlu mempertimbangkan, baik aspek hukum maupun aspek ekonomi dan bisnis. Berikut ini disajikan bentuk-bentuk usaha tersebut satu persatu.

  1. Usaha Swasta
(1)   Persekutuan Perdata
Persekutuan perdata ini diatur didalem pasal 1618-1652 KUH Perdata. Pengertian Persekutuan Perdata diatur dalam pasal 1618 KUH Perdata yang berarti suatu persekutuan yang dibentuk atas dasar suatu perjanjian, dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan karena adanya inbreng ke dalam persekutuan  yang berupa uang,barang-barang atau benda-benda lain yang layak dimasukkan persekutuan, tenaga kerja baik fisik maupun pikiran.
Mengenai pembagian keuntungan diatur dalam pasal 1633 sampai dengan pasal 1635 KUH Perdata. Seluruh keuntungan yang didapat persekutuan tidak boleh diberikan epada seorang sekutu saja), sebab hal itu melanggar asas untuk kepentingan bersama. Tetapi sebaliknya dapat diperjanjikan sebelumnya bahwa seluruh kerugian yang terjadi akan dibebankan kepada seorang sekutu saja (pasal 1635 ayat (2) KUH Perdata.
Jenis persekutuan perdata ada 2 (dua) yaitu persekutuan perdata khusus dan persekutuan perdata umum. Persekutuan perdata ini diperjanjikan suatu inbreng yang terdiri dari seluruh harta kekayaan secara umum tanpa adanya suatu perincian. Persekutuan perdata semacam ini dilarang oleh ketentuan pasal 1621 KUHPerdata dengan rasio bahwa pemasukan seluruh atau sebagian harta kekayaan tanpa adanya suatu perincian, mengakibatkan tidak akan dapat dibagi keuntungan secara adil seperti ketentuan pasal 1633 KUHPerdata.
Persekutuan Perdata khusus adalah persekutuan dimana sekutunya menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau, dari tenaganya (pasal 1623 KUHPerdata).
(2)   Firma
Firma adalah persekutuan yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama (pasal 16 KUHD), dapat disebut sebagai firma apabila mengandung unsur-unsur berikut:
a.       menjalankan perusahaan
b.      dengan nama bersama atau firma
c.       tanggung jawab sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan
Pada firma asas kepribadian antara para sekutu masih masih diutamakan. Hal ini terjadi karena biasanya sekutu-sekutu dalam firma adalah anggota keluarga, teman sejawat, yang bekerja sama secara aktif menjalankan perusahaan mencari keuntungan bersama. Firma bukan merupakan badan hukum, alasannya:
a.       tidak ada pemisahan harta kekayaan antara ps persekutuan dan pribadi sekutu, dimana setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan
b.      tidak ada keharusan untuk mengesahkan akta pendiriannya oleh pemerintah (menteri kehakiman)
(3)   Persekutuan Komanditer
Persekutuan Komanditer (CV) adalah firma yang mempunyai satu atau bebarapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan pada persekutuan, dan tidak turut campur dalam pengurusan. Sekutu Komanditer ini hanya memperoleh keuntungan dari pemasukannya itu. Tanggung jawab hanya sebatas jumlah pemasukannya saja. Sekutu Komanditer ada dua macam yaitu:
a.       Complement Partner yaitu sekutu aktif yang menjadi pengurus persekutuan.
b.      Silent Partner yaitu pasif yang tidak ikut mengurus persekutuan.
Dua macam sekutu ini menyerahkan pemasukan pada persekutuan secara bersama untuk memperoleh keuntungan bersama, dan kerugian juga dipikul bersama secara berimbang dengan pemasukan masing-masing.
(4)   Perseroan Terbatas
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum. Sebagai badan hukum Perseroan Terbatas memerlukan pengesahan dari pemerintah. Selanjutnya disebutkan bahwa Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan suatu perjanjian. Maksudnya Perseroan Terbatas bukan perusahaan perseorangan. Untuk mendirikan Perseroan Terbatas memerlukan sedikitnya dua orang atau lebih. Banyaknya pengusaha yang terlibat dalam sebuah Perseroan Terbatas memungkinkan akumulasi modal yang lebih banyak, ini juga yang membedakan dengan badan hukum lain.
Ada dua macam Perseroan Terbatas, yaitu Perseroan Terbatas tertutup yang modalnya dimiliki oleh pemegang saham yang masih saling kenal antara satu dengan yang lain. Yang kedua adalah Perseroan Terbatas terbuka, dimana pemegang sahamnya bisa jadi tidak saling kenal antara satu dengan yang lain, bahkan sampai melewati batas yuridis Negara lain.
Perseroan Terbatas memerlukan organ atau alat kelengkapannya supaya dapat berfungsi sebagai subyek hukum seperti manusia. Organ-organ yang ada didalam sebuah Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut:
a.       Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
b.      Direksi
c.       Komisaris
Pada Perseroan Terbatas pengusahanya adalah pemegang saham. Pemegang saham itu bertanggung jawab hanya sebatas modal atau saham yang dimasukkannya ke dalam Perseroan Terbatas.


  1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan yang memiliki secara mutlak ataupun sebagian besar oleh Negara, peraturan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia terdapat dalam UU No.9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Badan Usaha Negara. Pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998.
Pendirian BUMN berbeda dengan pendirian usaha swasta. Pada BUMN peran Negara sangtlah besar misalnya tentang penetapan Anggaran Dasr Perusahaan, tujuan, status keuangan, metode operasi, manajemen, dsb yang disertai tindakan legislative ataupun eksekutif untuk menyediakan dana sebagai modal perusahaan. Kecuali untuk Perjan, BUMN juga harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan wajib daftar perusahaan dan mentaati ketentuan perizinan.

  1. Perjan
Perjan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh modal terdiri dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Perjan merupakan bagian dari instansi pemerintah tertentu dan pegawainya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk pada peraturan Perundang-Undangan Kepegawaian yang berlaku. Oleh karena itu, Perjan bukan merupakan badan hukum. Tujuan perjan adalah semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sifatnya nirlaba.

  1. Perum
Perum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh modalnya terdiri dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, perum merupakan badan hukum publik. Karyawan di perum merupakan pegawai perusahaan Negara yang diatur secara khusus.Perum ini bergerak dalam bidang-bidang tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pegawai perum merupakan pekerja yang tunduk pada ketentuanketenaga kerjaan yang berlaku.
Di dalam perum tidak terdapat penyertaan modal swasta maupun asing, modal seluruhnya dimiliki oleh Negara. Dalam melaksanakan usahanya perum dipimpin oleh seorang direksi yang pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh pemerintah. Tujuan dari perum lebih mengutamakan untuk kepentingan umum, tetapi sebagai badan usaha perum diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu perum dimungkinkan untuk melakukan job ventura dengan badan usaha, anak perusahaan.

  1. Persahaan (Persero)
Persero adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau terdiri dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Hukum swasta yang tunduk pada prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Tenaga kerja pada Persero tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Tujuan untuk mencari laba seperti pada perusahaan. Pengangkatan komisarisdan direksi berdasarkan atas kemampuan bukan atas jabatan dalam tata pemerintahan.

  1. Usaha Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perseorangan atau badan hukum koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang bersangkutan atas asas kekeluargaan.
Dari definisi tersebut terdapat koperasi yang para anggotanya terdiri atas orang perseorangan yang disebut koperasi primer dan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi yang disebut dengan koperasi sekunder. Baik koperasi sekunder maupun koperasi primer merupakan badan hukum.
Usaha koperasi diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian Nomor. 12 tahun 1992, Undang-Undang ini mengacu pada pasal 33 ayat 1 UUD 1945. di dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi dilakukan oleh perangkat organisasi yang terdiri, pengurus dan pengawas.

3.      HUBUNGAN INTERPENDENSI PERUSAHAAN, MASYARAKAT DAN NEGARA SEBAGAI EKSISTENSI PERUSAHAAN DALAM MASYARAKAT
Untuk mewujudkan kehidupan ekonomi guna memenuhi kebutuhan dan upaya mensejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan telah memberikan sumbangsih yang sangat besar, sama besarnya dengan sumbangsih (Arti keberadaan) masyarakat itu sendiri terhadap perusahaan. Dengan demikian sifat-sifat ketergantungan antara ketiga komunitas  masyarakat (perusahaan, masyarakat dan pemerintah) tersebut sangatlah besar, sehingga keberadaannya masing-masing mutlak diperlukan.
Sifat ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat tampak dimana perusahaan hanya dapat hidup, tumbuh, dan berkembang apabila memperoleh dukungan masyarakat, baik sebagai pengguna maupun sebagai pemasok barang atau bahan baku yang dibutuhkan perusahaan sekaligus juga pemakai hasil produksi perusahaan berupa barang dan jasa tersebut
Pada sisi lain sebagai pelaku ekonomi, keberadaan perusahaan mempunyai arti yang sangat penting dan strategis, dan sekaligus merupakan salah satu sendi utama kehidupan masyarakat dan Negara karena kedudukan dan perannya sangat besar, yaitu:
a.       salah satu pusat kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya atau dengan kata lain sebagai sumber pendapatan masyarakat.
b.      Salah satu wadah penyalur tenaga kerja.
c.       Salah satu sumber pendapatan Negara, yaitu melalui berbagai jenis pungutan pajak.
Ketiga hal tersebut telah membuktikan eksistensi perusahaan dalam masyarakat bahwa keberadaan perusahan dalam masyarakat, begitu juga sebaliknya sangat penting untuk aktivitas ekonomi.
Berkenaan dengan peningkatan perekonomian nasional, Negara dan perusahaan merupakan satu mata rantai yang saling mendukung dan mempunyai keterkaitan satu sama lainnya. Kegiatan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat sangat membutuhkan campur tangan Negara, mengingat tujuan dasar kegiatan ekonomi itu sendiri adalah untuk mencapai keuntungan. Sasaran tersebut mendorong terjadinya berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, bahkan pada semua pihak. (Sri Redjeki Hartono, 2000:15).
Camput tangan Negara dalam hal ini adalah:
a.       menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak di dalam masyarakat
b.      melindungi kepentingan produsen dan konsumen
c.       melindungi kepentingan Negara dan kepentingan umum, terhadap kepentingan perusahaan atau pribadi.
Disamping itu, satu hal yang terpenting dalam campur tangan pemerintah tersebut diatas adalah masalah penerapan perilaku birokrasi, dimana di Indonesia banyak sekali kasus kegagalan birokrasi publik dalam melayani masyarakat, karena birokrasi seperti inilah salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi kita.
Keberadaan birokrasi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari kerangka system pemerintahan yang muncul akibat adanya kontrak social. Sebaliknya, fenomena eksistensi Negara juga tidak akan lepas dari eksistensi birokrasi atau dengan kata lain tidak mungkin ada satu Negara, tanpa ditopang  adanya birokrasi.[1]


HUBUNGAN INTERPENDENSI PERUSAHAAN, MASYARAKAT DAN NEGARA SEBAGAI EKSISTENSI PERUSAHAAN DALAM MASYARAKAT PART 1

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
          Pembangunan nasional masyarakat dan bangsa Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera sesuai yang telah digariskan di dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke empat. Dalam proses pembangunan tersebut kalangan dunia usaha baik swasta maupun Negara memegang peranan yang sangat penting dan strategi dalam berbagai bidang/sector antara lain perdagangan, pertanian dan perkebunan, jasa, pariwisata, dan sebagainya, pertanian dan perkebunan, jasa, pariwisata dan sebagainya, oleh karena itu, pemerintah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berwirausaha atau mendirikan perusahaan.
Perusahaan sebagai lembaga ekonomi merupakan salah satu sendi utama dalam masyarakat, dimana melalui perusahaan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan aktivitas masyarakat di bidang perekonomian dapat berjalan secara efektif dan efisien. Sebaliknya perusahaan pun dalam menjalankan aktivitas selalu berhubungan dan berdampingan dengan mesyarakat, sehingga dengan demikian terdapat hubungan timbale balik dan saling mempengaruhi (interdendensi) antara perusahaan dan masyarakat serta pemerintah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan sebagai lembaga ekonomi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita bangsa, yakni masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.

       PERMASALAHAN

Dari latar belakang yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka masalah yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini adalah bagaimana hubungan interpendensi perusahaan, masyarakat dan Negara sebagai eksistensi perusahaan dalam masyarakat?